LABUAN BAJO, – tribunnews86.id
Sengketa kepemilikan tanah seluas 10 hektar di kawasan wisata Bukit Sylvia, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, antara Emilton Suryanto dan Oktavianus Leo kembali menjadi sorotan. Kuasa hukum pihak Lilianny Suryanto, Dr. Endang Hadrian, S.H., M.H., menegaskan bahwa perkara tersebut semestinya diselesaikan berdasarkan hukum adat yang berlaku di wilayah Labuan Bajo, bukan dengan klaim penguasaan fisik semata.(13/10/2025)
Menurut Dr. Endang, tanah yang kini dipersoalkan bukan hasil penguasaan tidak sah. “Tanah itu diperoleh Emilton Suryanto melalui transaksi jual beli yang sah sesuai ketentuan peraturan perundangan,” ujarnya dalam keterangan di Labuan Bajo.
Ia menilai, klaim Oktavianus Leo selaku ahli waris Lois Leo, yang menyebut memperoleh hak atas tanah karena menguasainya selama tiga puluh tahun dengan dasar acquiitieve verjaring (adverse possession), tidak dapat diterapkan.
“Lembaga itu tidak dikenal dalam hukum adat. Yang berlaku di sini adalah prinsip rechtsverwerking, di mana seseorang yang menelantarkan tanahnya dapat kehilangan hak atasnya,” tutur DR H Endang, Hadrian SH MH Kuasa Hukum Lilianny Suryanto,
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa seluruh tanah di Labuan Bajo adalah tanah ulayat di bawah Kedaluan Nggorang. Wilayah adat ini mencakup Kelurahan Labuan Bajo, Desa Batu Cermin, Desa Wae Kelambu, Desa Nggorang, dan Desa Watu Nggelek. Karena itu, setiap pihak yang ingin memiliki tanah di kawasan tersebut wajib melalui mekanisme penyerahan tanah adat dari fungsionaris adat.
“Pernyataan bahwa tanah dari Gorontalo hingga Waecicu bukan tanah ulayat adalah keliru dan menyesatkan,” tegasnya. Ia menambahkan, Oktavianus Leo tidak pernah memiliki Surat Bukti Penyerahan Tanah Adat, sehingga klaimnya tidak berdasar.
Sebaliknya, pihak Gaspar Djat, Yeni Harlina, dan Margarith Mayorga Gande memperoleh tanah melalui penyerahan sah dari fungsionaris adat Ishaka dan Haku Mustafa. Setelah disertifikatkan, tanah tersebut dijual kepada Lilianny Suryanto dan Amelia Pauliny Suryanto secara sah. “Ini sesuai prosedur hukum yang berlaku,” ujar DR H Endang Hadrian SH MH kepada awak media.
Ia juga menepis anggapan bahwa tanah 10 hektar yang disengketakan adalah milik Lois Leo. Berdasarkan bukti dan kesaksian, tanah yang pernah dikuasai Lois Leo hanya sekitar 6.972 meter persegi di tepi laut, yang kini menjadi area Grand Komodo. “Tidak ada jejak Lois Leo di atas tanah seluas 10 hektar. Yang ada hanyalah di lahan 6.972 meter persegi itu,” katanya.
Dr. Endang juga menyampaikan keberatan atas tindakan konstatering (pencocokan objek sengketa) pada 24 Januari 2025, yang memasukkan tanah milik Lilianny Suryanto ke dalam objek perkara. Padahal, menurutnya, lahan tersebut tidak termasuk dalam amar putusan perkara Nomor 24/Pdt.G/2019/PN.Lbj Jo. 136/PDT/2020/PT.KPG Jo. 1791 K/Pdt/2021 Jo. 1268 PK/Pdt/2022 Jo. 742 PK/Pdt/2023.
“Tindakan itu tidak berdasar karena tanah klien kami bukan bagian dari objek perkara yang dimaksud,” ujarnya.
Ia juga menuding Oktavianus Leo melakukan perbuatan melawan hukum dengan memasang patok dan membersihkan lahan secara sepihak. “Perbuatan itu melanggar Pasal 1365 KUHPerdata karena merugikan pihak Lilianny Suryanto,” kata Pengacara DR H Endang Hadrian SH MH menegaskan.
Endang berharap, penyelesaian sengketa tanah di Labuan Bajo dapat dilakukan dengan menjunjung tinggi hukum adat serta menghormati hak-hak masyarakat yang telah memperoleh tanah melalui mekanisme yang sah.
(Agus Salim)