Pemalang-Tribunnews86.id
Pemalang – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Hotel Grand Wijaya, Pemalang, Rabu (15/10/2025), untuk memperkuat perlindungan dan penempatan awak kapal perikanan migran (ABK Migran) di tingkat daerah, nasional, regional, dan internasional.
Kegiatan ini dipimpin Ketua Umum SBMI, Haryanto Suwarno, dan dihadiri perwakilan lintas pemangku kepentingan: Kementerian Ketenagakerjaan Migran Indonesia (KAPEDUMI), Kementerian Perhubungan, asosiasi manajemen awak kapal dari Pemalang dan Tegal, serta pemerintah daerah dan provinsi lain.
FGD menyoroti dualisme izin penempatan ABK migran, yaitu SIP3MI di bawah KAPEDUMI dan SIUPAK/SIUKAK di Kementerian Perhubungan. Haryanto menekankan kondisi ini menimbulkan tumpang tindih regulasi, melemahkan perlindungan ABK, dan menimbulkan risiko gaji tidak dibayar, biaya penempatan tinggi, dan perlakuan tidak manusiawi.
Pemalang dipilih karena menjadi pusat penempatan dan transit ABK Migran dari berbagai wilayah Indonesia, termasuk Aceh, Sulawesi, dan Jawa Tengah. Semua proses manajemen penempatan dilakukan di Pemalang, menjadikannya titik strategis untuk reformasi sistem.
Dalam sepuluh tahun terakhir, masih banyak ABK Indonesia di kapal asing, terutama di Taiwan dan Tiongkok, mengalami pelanggaran hak. Tidak sedikit ABK asal Pemalang meninggal di laut. Haryanto menyebut minimnya pengawasan dan manajemen tidak manusiawi sebagai akar masalah.
Haryanto, menekankan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 127 Tahun 2023, yang menetapkan pelaut migran adalah pekerja laut Indonesia yang tunduk pada KAPEDUMI. Semua perizinan idealnya kembali ke SIP3MI, sesuai UU Nomor 18.
Pemerintah Kabupaten Pemalang, mendukung penuh, termasuk rencana pembentukan Peraturan Bupati dan Peraturan Desa Perlindungan Pekerja Migran, bersama Disnaker, SOS Center, dan SBMI, untuk membangun sistem perlindungan yang lebih manusiawi dan transparan.
FGD berlangsung interaktif dan terbuka, melibatkan direktur penempatan ABK, perwakilan KAPEDUMI, dan asosiasi manajemen dari berbagai daerah. Diskusi ini menekankan koordinasi lintas stakeholder, sehingga Pemalang diharapkan menjadi pelopor reformasi perlindungan ABK Migran di Indonesia.
Haryanto, berharap hasil FGD berupa rekomendasi dapat diserahkan kepada Presiden RI, agar pemerintah pusat segera memanggil Kementerian Ketenagakerjaan Migran Indonesia dan Kementerian Perhubungan untuk menyatukan kebijakan sesuai MK 127/2023. Fokus utama adalah perlindungan pekerja migran sebagai pahlawan bangsa, bukan politik dualisme.
JURNALIS: Nurhayadi (NurBulus)