HALSEL, TribunNews86.id – Kontroversi Pelantikan Kades kian memanas setelah Bupati Halmahera Selatan tetap melantik empat kepala Desa yang sejatinya telah dibatalkan SK melalui Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon.
Praktisi Hukum Bambang Joisangaji, SH mengatakan bahwa pelantikan empat Kades tersebut dinilai Cacat Hukum, karena bertentangan dengan putusan pengadilan yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap).
Dimana Keputusan PTUN Ambon sebelumnya menyatakan bahwa Surat Keputusan (SK) Bupati Nomor 131 Batal khusus bagi empat Desa, menyusul terbuktinya kecurangan dalam proses pemilihan. Namun, alih-alih menjalankan putusan, Bupati justru kembali melantik orang-orang yang sama dengan alasan “Diskresi”.
“Dalam amar putusannya, hakim menegaskan SK Nomor 131 Batal Khusus Untuk Empat Desa, serta mewajibkan Bupati mencabut keputusan itu,” ujar Bambang,. Jumat, (26/09/2025) lewat pesan WhatsApp.
Lanjut Bambang, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon, terkait perkara empat Kades tersebut sudah digugat dan telah diputuskan oleh Pengadilan yang sifatnya final dan mengikat,
“SK Pelantikan empat Kepala Desa tersebut tidak perlu digugat kembali karena sudah dipuruskan oleh PTUN Ambon,” jelas Bambang.
Bambang juga menegaskan bahwa asas hukum Res Judicata Pro Veritate Habetur, setiap putusan pengadilan harus dianggap benar dan mengikat para pihak. Dalam kasus ini, pihak tergugat adalah Bupati, sehingga seharusnya ia tunduk pada putusan Hukum, bukan dengan dalih Diskresi.
“Begitu putusan dinyatakan inkracht, maka tidak ada alasan lain. Bupati wajib patuh, melantik kembali orang-orang yang sudah dibatalkan oleh pengadilan sama saja dengan melecehkan hukum,” pungkasnya.
Diskresi tidak bisa digunakan atau dipakai untuk mengabaikan putusan Pengadilan yang berkekuatan Hukum tetap, sebab dalam kasus ini tidak ada kekosongan Hukum seperti yang diisyaratkan dalam pasal 22 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
Bupati berdalih menggunakan diskresi sebagai dasar hukum melantik kembali empat kades tersebut. Diskresi, dalam UU Administrasi Pemerintahan, memang memberi ruang bagi pejabat untuk mengambil keputusan dalam kondisi tertentu, misalnya jika ada kekosongan hukum.
“Aturan tentang Pemilihan kepala Desa sudah jelas tertuang dalam UU Desa, Permendagri, Perda, dan Peraturan Bupati. Sehingga pelantikan empat Kades Dengan alasan Diskresi itu Cacat dan Batal demi Hukum,” tegas Bambang.
Dikatakannya, Kasus pelantikan empat Kades ini menjadi sorotan public Karena bisa menjadi preseden buruk. Bila seorang kepala daerah bisa mengabaikan putusan pengadilan, maka supremasi Hukum terancam runtuh.
Putusan PTUN Ambon sudah jelas: empat kades terbukti melakukan kecurangan sehingga, SK Pelantikan mereka Batal, dan Bupati wajib mencabutnya. Maka dengan tetap melantik mereka, Bupati telah dianggap melawan hukum dan mencederai prinsip Keadilan.
Diskresi yang di gunakan Bupati untuk melantik orang yang lahir dari kecurangan itu batal demi hukum karena kecurangan itu telah terbukti dalam persidangan di Pengadilan. sehingga Diskresi itu tidak bisa dipakai untuk melantik orang dari proses yang curang.
“SK dibatalkan dan mewajibkan tergugat dalam hal ini Bupati untuk membatalkan serta mencabut SK Nomor 131yanh di khususkan empat Desa beserta orangnya yang disebutkan dalam pertimbangan Hukum Majelis Hakim maupun Amarnya,” tutup Bambang Joisangaji. (red/tn)**