Bupati Halsel VS Putusan PTUN Ambon, Ujian Bagi Supremasi Hukum

Bupati Halsel VS Putusan PTUN Ambon, Ujian Bagi Supremasi Hukum

Spread the love

HALSEL, TribunNews86.id – Putusan PTUN Ambon yang membatalkan Surat Keputusan (SK) empat Kepala Desa .telah memiliki kekuatan Hukum tetap, namun Bupati Halmahera Selatan Hasan Alibassam Kasuba melawan putusan Pengadilan dan tetap melantik empat Kepala Desa.

Ketua DPC GPM Halsel Harmain Rusli mengatakan Bupati Bassam Kasuba bukan sekedar melakukan Pelanggaran administrasi biasa, namun tindakan yang diambil Bassam merupakan pembangkangan terhadap putusan Pengadilan yang bersifat final dan mengikat.

“Pelantikan empat Kades adalah bentuk pelanggaran sekaligus melawan putusan Pengadilan dan tindakan ini menjadi preseden buruk yang melemahkan Marwah Konstitusi serta asas kepastian hukum,” ucap ketua GPM Halsel. Jumat, (26/09)2025) via pesan whatsap.

Lanjut Harmain, dalam perspektif Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, pelantikan empat Kades yang telah dibatalkan SK oleh PTUN merupakan tindakan pembangkangan administrasi yang sengaja dilakukan oleh Bupati Halmahera Selatan Bassam Kasuba.

Bung Harmain juga menegaskan bahwa Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Pemuda Marhaenisme (GPM) akan terus menyuarakan dan menjadi garda terdepan untuk melawan setiap pelanggaran, serta menyuarakan pembangkangan ini demi tegaknya supremasi Hukum di negeri Saruma.

“GPM bakal jadi Garda terdepan bagi Masyarakat Sipil dalam mengawal tegaknya supremasi Hukum di Halmahera Selatan,” tegasnya.

Harmain juga mengingatkan bahwa Hukum adalah panglima yang siap menebas bagi setiap orang melanggar, bukan melegitimasi  setiap kebijakan yang menabrak hukum itu sendiri dengan dalih Diskresi.

“Kami ingatkan bahwa hukum adalah panglima, bukan kekuasaan. Ini bukan sekadar kritik, tetapi perlawanan terhadap mentalitas abuse of power sekaligus ajakan membangun peradaban hukum yang sehat,”  kata Ketua GPM..

Dikatakannya, berdasarkan Pasal 115 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, setiap pejabat tata usaha negara wajib tunduk pada putusan PTUN. Mengabaikan putusan ini merupakan pelanggaran terhadap asas kepastian hukum dan membuka peluang sanksi administratif bahkan pidana.

Selain itu Kata Harmain, dalam Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, menjelaskan setiap tindakan pejabat publik yang melampaui kewenangan, bertentangan dengan hukum, atau bersifat sewenang-wenang dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang.

“Tindakan Bupati Bassam Kasuba ini terindikasi mengarah pada potensi pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih (Clean Government),” tandasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan DPRD hak interpelasi, hak angket, bahkan peluang pemberhentian kepala daerah apabila terbukti melanggar sumpah jabatan.

Jadi DPRD tidak boleh diam. Kevakuman  Lembaga Legislatif merupakan kemunduran Demokrasi lokal dan bentuk pengkhianatan terhadap Mandat Rakyat,” cetusnya.

Terkait hal ini, DPC GPM Halsel memandang fenomena ini sebagai gejala melemahnya kesadaran hukum pejabat publik. sebab pelanggaran yang dibiarkan dapat menjadi preseden buruk yang memupuk budaya impunitas dan penyalahgunaan kekuasaan di daerah.

“Perlu diingat bahwa Hukum adalah Pagar Moral dan instrumen Keadilan. Jadi siapa pun, termasuk kepala daerah, wajib patuh pada Hukum,” tutur Harmain

Ia menyebutkan, Kasus ini bukan sekadar sengketa administratif, melainkan ujian integritas demokrasi lokal. dan Supremasi hukum hanya akan tumbuh jika masyarakat sipil berani mengawal putusan pengadilan;

“Ini bukan sekadar kritik, ini alarm keras bagi DPRD, aparat penegak hukum, dan publik bahwa kepatuhan pada hukum adalah batu uji moralitas pejabat publik. Kalau dibiarkan, kita sedang membiarkan demokrasi lokal digerus oleh kesewenang-wenangan,” kata Bung Harmain mengakhiri. (red/tn)**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *