Banten, – tribunnews86.id
☆Jacob Ereste☆
Hasrat pemerintah untuk membuat batasan yang sifatnya mengurung — bukan membebaskan — terkesan dari apa yang diungkapkan Kepala Sekretariat Presiden (KSP) Muhammad Qodari yang mengusulkan agar setiap orang hanya memiliki satu akun media sosial yang dihubungkan dengan identitas resmi, seperti KTP (Kartu Tanda Penduduk) agar supaya dapat lebih mudah dideteksi atau untuk dikendalikan.
Usulan Qodari ini dilatarbelakangi oleh akun anonim yang dianggap menjadi sumber fitnah, hoaks dan disinformasi yang tersebar melalui media sosial.
Anonimitas memang akan membuat orang bisa mengelak dari tanggung jawab atas apa yang mereka tulis atau apa yang mereka sebarkan. Usulan ini, terkesan tidak resmi, sebagai suara dari pemerintah, karena disampaikan pada acara DGVeRS, 2025 di Senayan Park, Jakarta Pusat. Tujuannya untuk meningkatkan akuntabilitas pengguna media sosial. Menekan potensi untuk mengurangi penyebaran konten negatif, hoaks, ujaran kebencian. Kecuali itu pembatasan akun untuk setiap orang ini diharap bisa membuat ruang digital lebih sehat, jika dilaksanakan dengan regulasi yang jelas, katanya.
Ide untuk sinkronisasi setiap akun yang dimiliki seseorang dengan KTP diharap bisa membuka data pribadi yang bersangkutan untuk bertanggung jawab terhadap apa yang ditulis atau dilansir melalui media sosial berbasis internet, karena dianggap cukup rawan membuat kegaduhan.
Sejumlah pertanyaan yang muncul dari warga masyarakat terhadap sikap dan sifat yang lebih mengedepankan upaya pembatasan ini, jelas sangat sulit untuk dilaksanakan secara teknis maupun sistemik. Jadi bukan hanya sekedar hasrat membatasi kebebasan berekspresi warga masyarakat, tetapi juga akan membatasi akses masyarakat untuk berkiprah lebih bebas dan leluasa mengembangkan karier atau bidang usaha dan pekerjaannya.
Kontrol yang bersifat berlebihan ini justru akan membuat aspirasi kreatif, inovatif dan inventif warga masyarakat tersumbat, padahal sangat perlu dan penting untuk didorong agar dapat lebih kreatif dan produktif memanfaatkan media sosial sebagai bagian dari upaya berperan serta untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang belum maksimal dilakukan pemerintah sejak proklamasi dikumandangkan yang bertujuan — satu diantaranya adalah — mengatasi masalah kebodohan dan kemiskinan.
Oleh karena itu, pasti akan lebih bernilai positif manakala pemerintah dapat mendorong upaya pemanfaatan media sosial dapat lebih kreatif dan positif ikut mengembangkan berbagai usaha yang lebih inovatif untuk mendukung keperluan serta kesejahteraan warga masyarakat yang masih perlu mendapat dukungan, ketimbang membuat batasan-batasan yang bisa menyumbat ide kreatif yang positif dari warga masyarakat yang terlanjur gandrung menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi, publikasi dan informasi yang perlu diperoleh atau yang penting untuk diketahui melalui media sosial yang sedang mencari format tampilannya yang dapat memberi lebih banyak manfaat bagi kemaslahatan warga masyarakat.
Semangat dan gairah melakukan upaya pembatasan bagi kebebasan warga masyarakat, dapat dipastikan tidak memiliki nilai positif yang berlebih dibanding dengan usaha dan upaya melakukan pembinaan misalnya melalui setiap lembaga atau instansi pemerintah yang ada pada tingkat pusat hingga daerah membangun sistem pembinaan dengan cara memberi insentif kepada setiap tampilan jenis media sosial yang berkaitan dengan bidang atau sektor pekerjaan dari instansi atau kelembagaan yang ada di lingkungan pemerintah.
Karena itu, peran Kementerian Digital dan Informasi semakin terang benderang tidak berfungsi maksimal membangun bidang komunikasi, publikasi dan informasi yang sehat dari bilik pemerintah untuk dapat diketahui dan diikuti secara seksama oleh warga masyarakat sehingga dapat berperan serta memberi dukungan atau masukan untuk kesuksesan suatu program kerja yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Sebab apa yang dilakukan oleh pemerintah, dapat dipastikan akan lebih baik dan sukses dengan melibatkan peran serta warga masyarakat.
Sekiranya setiap lembaga, departemen atau instansi pemerintah mau membuka diri dengan melakukan kerjasama dengan berbagai pengelola media sosial berbasis internet untuk mensukseskan program yang sedang dilaksanakan, toh dapat menyediakan insentif tertentu untuk satu bentuk karya tulis tertentu yang dianggap terbaik untuk mendukung atau mempromosikan dengan cara mempublikasikan kepada publik secara lebih meluas, ketimbang cuma mengumbar hasrat untuk melakukan pembatasan dan pengawasan yang justru akan menghambat daya kreatif dan inisiatif warga masyarakat untuk ikut berkembang bersama pembangunan untuk sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas, memiliki daya saing dengan para pekerja asing yang selalu dianggap lebih baik dan lebih unggul dari kualitas bangsa Indonesia sendiri. Artinya, ketika dunia semakin terbuka dan menampilkan beragam macam tantangan, maka upaya pembatasan dan pengawasan yang berlebihan semakin tidak relevan untuk memiliki sumber daya manusia yang berkelas dan berkualitas global.
Banten, 23 September 2025
(Agus Salim)