Berselancar Lewat Media Sosial Semakin Penting dan Perlu Dalam Kewaspadaan Yang Super Kritis dan Cermat   

Berselancar Lewat Media Sosial Semakin Penting dan Perlu Dalam Kewaspadaan Yang Super Kritis dan Cermat  

Spread the love

 

Jakarta, – tribunnews86.id

☆Jacob Ereste☆

Fenomena demokrasi bisa dimulai dari ruang non formal seperti yang telah ditunjukkan oleh seorang pemuda asal Nepal yang membangun parlemen digital — bukan parlemen jalanan seperti yang masih dianut oleh kaum pergerakan di Indonesia — dengan narasi yang kuat menyampaikan pesan tentang demokrasi dan partisipasi rakyat. Sehingga teknologi digital tidak perlu menggantikan sistem, tapi dapat dijadikan akselerator kepercayaan dan partisipasi rakyat.

Meski begitu, toh di Indonesia sendiri telah berkembang budaya buzzer dan sejenisnya yang sangat dipercaya mampu membangun opini publik dengan menggiring isu tertentu untuk mengalihkan perhatian warga masyarakat untuk masuk perangkap isu yang diumpankan untuk menjadi konsumsi sehari-hari.

Cara seperti ini yang dilakukan oleh para buzzer cukup barak dan terus membesar jumlah dan ragam peruntukannya. Ada yang dilakukan untuk mengalihkan isu, ada yang dilakukan untuk melakukan serangan balik, bahkan ada yang diharap melakukan upaya penyebaran informasi untuk memperoleh keuntungan politik — jabatan — hingga keuntungan finansial yang lebih menggiurkan.

Buzzer dalam kontek politik dan media sosial adalah mereka yang mau dijadikan alat untuk dapat mempengaruhi opini publik melalui media sosial yang bersifat positif atau negatif sesuai dengan pemesanan yang mendanai pekerjaan tersebut. Yang gawat, di Indonesia jumlah dan ragam macam buzzer pun semakin marak betebaran di media sosial mulai dari kelas rendah dan kelas menengah hingga kelas tinggi sesuai dengan keinginan dan — biasanya kemampuan — mereka sebagai pemesan yang harus menanggung semua biaya operasional dari para buzzer itu.

Ragam jenis buzzer itu sendiri sesuai dengan permintaan pihak pemesan, mulai dari ragam macam yang paling sederhana seperti menyerang situs atau media sosial milik seorang kritikus atau pengamat yang dianggap cukup mengganggu atau bahkan dianggap membahayakan bagi seseorang atau instansi tertentu, bisa diperlakukan dengan berbagai cara, mulai dengan menyerang situs atau pun media milik kritikus atau pengamat yang dimaksudkan itu dengan cara mengecek atau menghujani situs atau media milik yang bersangkutan dengan gambar-gambar porno atau sekedar gambar kartun yang lucu-lucu dengan jumlah yang banyak tak Alang kepalang. Akibatnya, bila tidak rajin untuk dibuang atau dibersihkan bisa menimbulkan masalah bagi perangkat elektronik yang kita gunakan.

Jadi pilihan bentuk dan cara kerja buzzer itu sangat beragam model dan ragam macamnya yang cukup sulit ditandai jika tidak dilakukan dengan pengamatan yang cermat serta analisis yang dilakukan. Karena para buzzer itu sangat licin dan lihai, bahkan bisa dikata rata-rata memiliki pengetahuan yang cukup piawai tentang seluk beluk untuk melumpuhkan situs atau media elektronik yang kita gunakan.

Dalam sebulan terakhir — sejak awal Agustus 2025, jumlah buzzer baru telah bertambah banyak, minimal 120 dalam tampilan berbagai bentuk yang disamarkan. Mulai dari WhatsApp, facebook hingga YouTube dan beragam jenis media sosial yang mereka anggap perlu untuk dikacaukan tampilan atau sajiannya.

Tampaknya, inilah bentuk dari perang psikologis terbaru yang terus digunakan dan semakin marak menjadi pilihan untuk menyerang, meredam atau membelokkan opini publik yang perlu dibakar untuk menyalakan kemarahan, kekalahan dan kesalahan yang keliru dan tersesat.

Jadi, psi war — psycholigical walfare — perang psikologis yang terjadi dalam berbagai bentuk media berbasis internet telah menjadi kancah pertempuran yang senyap di dalam hiruk pikuk realitas sosial yang sesungguhnya tengah terguncang. Karena itu, sikap cermat dan kritis pun harus mampu mengendus berita hoaks yang bergentayangan di media sosial milik kita. Jika tidak, maka kita pun akan menelan buah simalakama yang bisa membuat malapetaka dan membahayakan diri kita. Karena untuk berselancar lewat media sosial memang semakin penting dan perlu, namun diperlukan kewaspadaan yang super kritis dan cermat, agar tidak tenggelam atau ditekan dan dilumat oleh media sosial itu sendiri.

Pecenongan, 15 September 2025.Jacob Ereste

(Agus Salim)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *