Jakarta, – tribunnews86.id
Gugatan Rp 125 triliun terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi menarik perhatian banyak kalangan — bahkan dunia internasional — bukan karena nilainya yang fantastik nilai gugatannya dalam bentuk materi, namun nilai non material — yaitu yang bersifat spiritual — menyentuh masalah etika, moral dan akhlak mulia seorang pejabat negara yang harus menjunjung hukum dan peraturan perindang-undangan yang berlaku dan patut dihormati oleh segenap warga negara dan warga bangsa, tanpa kecuali. Kecuali itu, segenap warga bangsa dan warga negara Indonesia perlu mengetahui proses hukum yang akan dilaksanakan, apakah masih dapat dipercaya bahwa setiap warga bangsa Indonesia memiliki kedudukan hukum yang sama untuk memperoleh keadilan.
Gugatan yang dilayangkan Subhan, warga masyarakat dari Jakarta Barat ini diajukan ke Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat untuk Wakil Presiden dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dinilai pencalonannya sebagai Wakil Presiden pada Pilpres 2024 tidak sah dan tidak memenuhi syarat pendidikan formal di Indonesia.
Persyaratan tamatan SLTA (SMA sederajat) di wilayah hukum Indonesia tidak terpenuhi. Gugatan Subhan ini telah teregister dengan nomor perkara : 583/Pdt.G/2025/PN.Jkt. Pst. Dalam petitumnya Subhan meminta agar pengadilan menyatakan pencalonan dan pengangkatan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden periode 2024-2029 dibatalkan, karena tidak sah. Kecuali itu, Subhan menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp 125 triliun untuk sesegera mungkin disetorkan ke kas negara.
Gugatan Subhan ini tidak cukup hanya dilihat dari segi nilai material belaka, tetapi dapat dipahami dalam khazanah spiritual yang meliputi etika, moral dan akhlak mulia bagi seorang pemimpin atau pejabat publik yang harus menjadi panutan dalam pengertian komprehensif tiada cacat dan tercela.
Kendati tuntutan Subhan ini kelak mungkin tidak akan sepenuhnya dikabulkan, namun upaya menegakkan tatanan etika, moral dan akhlak mulia manusia — utamanya untuk pejabat publik yang patut menjadi panutan rakyat — memang perlu dilakukan untuk mengembalikan Marwah pejabat negara di Indonesia.
Informasi yang diperoleh untuk pelaksanaan sidang perdana di Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat akan dilangsungkan pada 8 September 2025. Tentu dan pasti acara persidangan akan diikuti dan menjadi perhatian orang banyak, utamanya bagi warga masyarakat yang mendambakan penegakan hukum dan terwujudnya rasa keadilan bagi seluruh rakyat tanpa kecuali, termasuk bagi pejabat tinggi di negeri ini.
Selain itu, rakyat banyak ingin menyaksikan upaya pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto terus melakukan pembersihan dari unsur-unsur yang hendak menumpangi dan membebani program perbaikan dan pembenahan yang dilakukan melalui Kabinet Merah Putih yang sangat diharap dapat bekerja maksimal dan terbebas dari beban pemerintahan masa lalu yang membuat kerusakan serta meninggalkan beban berat, seperti mengumbar sumber daya alam, hutan dan lahan hingga berbagai ragam macam hasil tambang untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga serta gerombolannya.
Gugatan terhadap Wakil Presiden yang dianggap tidak sah, karena tidak memenuhi persyaratan yang berlaku di negeri ini telah menyita perhatian publik, terutama kelak pada saat pengadilan perdana digelar pada hari Senin, 8 September 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Meski konsekuensi logisnya dari pengadilan perdata ini akan bisa mengalihkan konsentrasi warga masyarakat dari peristiwa yang cukup mencekam pada 25 Agustus – 28 Agustus 2025, sebagai puncak dari rangkaian kemarahan rakyat atas kenaikan nilai pajak yang berlipat seperti yang ditunjuk oleh warga masyarakat Kabupaten Pati, Jawa Tengah hingga me desak sang Bupati harus mundur atau dilengserkan oleh rakyat.(Jacob Ereste)
Tebet Barat, 6 September 2025
(Agus Salim)