Pekalongan-TribunNews86.Id
Kisah unik dan sempat menghebohkan media sosial mengenai seorang pemuda perjaka asal Pekalongan berinisial M-A (23 tahun), yang mengaku dikejar-kejar oleh seorang janda beranak dua, kini menemui titik terang. Setelah mendapatkan pendampingan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Adhiyaksa, M-A menyatakan dirinya merasa lega dan bebas dari tekanan psikologis yang sebelumnya sempat membelenggu.
Dalam pernyataan resminya yang disampaikan kepada media pada Senin (21/07/2025), M-A menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam atas bantuan hukum yang diterimanya.
> “Terima kasih kepada LBH Adhiyaksa yang telah membantu saya. Ini jadi pengalaman pertama dan terakhir saya dekat dengan janda. Tapi saya yakin, semua ada hikmahnya,” ucap M-A melalui sambungan telepon.
Pemuda asal Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan itu juga menceritakan bagaimana dirinya dan keluarganya sempat merasa terintimidasi dan terganggu atas relasi yang tidak diinginkan tersebut. Bahkan, menurut pengakuannya, tekanan yang dialaminya tidak hanya berdampak secara pribadi, tetapi juga menyangkut kenyamanan keluarganya di rumah.
> “Saya bersyukur, kami sekeluarga sudah tidak dikejar-kejar lagi. Intimidasi itu sudah tidak ada. Saya bisa kembali fokus bekerja,” tambahnya.
Menanggapi kasus tersebut, Ketua LBH Adhiyaksa, Didik Pramono, S.H., menegaskan bahwa lembaganya akan selalu membuka pintu bagi siapa saja yang mengalami ketidakadilan atau tekanan sosial, terutama masyarakat dari golongan lemah dan kurang mampu.
> “Kami hanya bisa membantu semampunya. Tujuan kami mendirikan LBH di Kota Pekalongan adalah agar bisa bermanfaat bagi masyarakat,” tegas Didik.
LBH Adhiyaksa sendiri memang dikenal aktif dalam memberikan pendampingan hukum secara gratis kepada masyarakat kecil. Selain itu, mereka juga kerap bersinergi dengan berbagai lembaga dan organisasi masyarakat sipil lainnya untuk memperkuat perjuangan keadilan.
> “Saya, LBH Adhiyaksa, bersama LSM Robin Hood dan Ormas Cakra Probojoyo siap membantu masyarakat yang tertindas dan mencari keadilan,” pungkas Didik Pramono.
Keterlibatan LBH Adhiyaksa bersama LSM Robin Hood dan Ormas Cakra Probojoyo menunjukkan bahwa sinergitas antara lembaga hukum dan masyarakat sipil bisa menjadi solusi alternatif atas persoalan sosial yang kadang tidak tersentuh oleh aparat penegak hukum formal.
Ketiganya saling melengkapi peran; LBH Adhiyaksa bertindak sebagai penasihat dan pendamping hukum, LSM Robin Hood fokus pada pembelaan sosial dan ekonomi warga marginal, sementara Cakra Probojoyo mengambil peran pengawalan di lapangan agar masyarakat merasa aman dan terlindungi.
Kisah M-A sempat menjadi bahan perbincangan hangat warganet di media sosial. Tidak sedikit netizen yang menyoroti sisi komedi dari peristiwa ini, namun di sisi lain, kasus tersebut menyimpan pesan penting soal privasi, tekanan emosional, dan pentingnya pendampingan hukum di tengah masyarakat.
Pakar sosiologi dari salah satu universitas di Pekalongan menilai bahwa kasus seperti ini perlu ditangani dengan pendekatan psikologis dan hukum yang seimbang. “Meski terdengar sepele, tekanan dari relasi yang tidak sehat bisa berdampak panjang, termasuk menurunkan kualitas hidup seseorang,” katanya.
Kini setelah mendapatkan bantuan hukum dan dukungan moral, M-A mengaku lebih tenang dan memilih untuk fokus menata hidup. Ia berharap pengalamannya bisa menjadi pelajaran bagi generasi muda lainnya agar lebih selektif dalam menjalin hubungan dan tidak ragu mencari bantuan jika merasa terintimidasi.
(ari/hts)