Pemalang Jateng-TribunNews86.Id
Pendangkalan sungai sepanjang 2 kilometer di Desa Pesantren, Dukuh Sidomulyo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, kini memasuki fase darurat. Lebar sungai yang dahulu mencapai enam meter kini tinggal satu meter, menyebabkan luapan air ke pemukiman hampir setiap pekan. Banjir yang dahulu hanya datang lima tahun sekali, kini menjadi ancaman harian. Namun ironisnya, warga menilai pemerintah masih abai.
Waryudi, Ketua Peduli Sosial Lingkungan Desa Pesantren, dalam wawancara langsung di kediamannya pada Selasa (29/4/2025), menyampaikan bahwa masyarakat sudah tiga tahun bertahan dalam kondisi ini, tanpa kehadiran alat berat, bantuan teknis, atau perhatian struktural dari pemerintah.
“Kami gotong royong, kami angkut lumpur, tapi pemerintah ke mana? Jangan duduk saja di atas meja. Kami butuh tindakan nyata, bukan hanya wacana,” tegas Waryudi.
Pendangkalan sungai menghambat aliran air, mempercepat abrasi laut, merusak akses jalan, dan merusak sistem ekonomi desa. Saat banjir meluap, ketinggian air bisa mencapai dua meter dan menutup seluruh jalur jalan utama serta jalur alternatif. Kerusakan jalan pun makin parah akibat abrasi dan genangan.
Krisis sudah terjadi sejak tiga tahun lalu, namun memasuki musim kemarau 2025 ini menjadi momen paling tepat untuk penanganan. Sayangnya, hingga kini, belum ada eksekusi nyata dari pemerintah desa maupun kabupaten.
Titik terparah berada di sepanjang sungai Dukuh Sidomulyo yang bermuara ke laut. Ketika air laut pasang dan rob terjadi, banjir bertambah parah karena tidak adanya saluran pembuangan memadai akibat pendangkalan.
Minimnya perhatian dan belum adanya intervensi langsung dari pemerintah membuat masyarakat terpaksa bertindak sendiri. Usulan sudah disampaikan dalam musyawarah dusun, namun warga tidak mengetahui apakah pemerintah desa benar-benar menyampaikan ke atasannya.
Waryudi menyebut warga siap bergotong royong, asal ada dukungan nyata dari pemerintah. Musim kemarau adalah waktu strategis untuk pengerukan dan normalisasi, sebelum musim hujan kembali memperparah kerusakan.
Jurnalis: Nurhayadi & Tim