Pekalongan-TribunNews86.Id
Pekalongan, 23/12/2024 – Warga Desa Bantarkulon, yang mayoritas berprofesi sebagai petani, kini diresahkan oleh dugaan program fiktif dalam pengendalian hama. Program yang awalnya diharapkan membantu membasmi hama babi hutan tersebut, ternyata diduga menggunakan dana desa tanpa pelaksanaan yang jelas.
Mbah Hadi, seorang pemburu hama babi yang telah bermitra dengan desa selama tiga setengah tahun, menyatakan dirinya dirugikan. “Pihak desa mengklaim bahwa anjing pemburu yang saya miliki dibeli dengan anggaran desa senilai Rp22 juta pada tahun 2021. Padahal, saya tidak pernah menerima dana tersebut, ungkap Mbah Hadi.
Perjanjian kemitraan antara pemdes Bantarkulon dengan Mbah Hadi, kesepakatan upah awal sebesar Rp20 juta per tahun. Tapi hanya dibayarkan sebagian, yang pertama Rp2 juta, yang kedua Rp3 juta, dan terakhir Rp5 juta setelah masalah ini terungkap. Namun, jumlah tersebut masih jauh dari kesepakatan awal,. jelas Mbah Hadi
Kepala Desa Bantarkulon, Sumadri, saat di konfirmasi awalnya membantah penggunaan dana desa untuk program ini. Menjelaskan sama sekali tidak ada anggaran, Namun Bendahara Desa, Aziz, membenarkan adanya alokasi dana selama dua tahun untuk program ketahanan pangan yang di alokasikan untuk upah Mbah Hadi selaku pemburu hama babi hutan, Dan mengakui Program ini memang salah, karena tidak ada dasar hukumnya,” jelas Aziz.
Sekretaris Desa, Imron, saat di konfirmasi menjelaskan bahwa anggaran Dana desa untuk program ini dianggarkan sebesar Rp7.500.000 pada 2023 dan Rp15.000.000 pada 2024, berbeda dengan pernyataan Bendahara Aziz yang menyebutkan anggaran sebesar Rp15.000.000 per tahun.
Mbah Hadi juga mengungkapkan bahwa pemdes BantarkulonDiduga mencoba mengelabui tim Inspektorat pada 2021 dengan mengklaim anjing pemburu yang ia bawa sebagai hasil pengadaan desa. “Mereka meminta saya dan anjing pemburu datang untuk difoto, seolah-olah anjing tersebut hasil pembelian desa. Bahkan Ahir Ahir ini, saya diminta mengaku anjing-anjing itu sudah mati kalau di tanya dari pihak manapun. Padahal, sampai hari ini anjing-anjing itu masih saya rawat karena memang milik pribadi saya,” jelasnya kepada awak media.
Kasus ini memicu keresahan di kalangan warga Desa Bantarkulon yang menuntut transparansi dan pertanggungjawaban terkait penggunaan dana desa untuk program yang diduga fiktif ini. Warga berharap ada tindakan tegas agar penyalahgunaan dana desa dapat dicegah dan tidak terulang kembali.
(HTS/RHD)